Banyak Investor Asing Tertarik Tanamkan Modal Di Sektor Air Minum





Banyak Investor Asing Tertarik Tanamkan Modal Di Sektor Air Minum






         Bogor - Banyak investor asing dan pengusaha nasional yang tertarik dan ingin menanamkan modalnya di industri air minum, hal itu karena masih terbuka luasnya peluang di bidang industri air minum dan sanitasi nasional. Namun persoalannya adalah, bagaimana menjamin diberlakukannya tarif air minum yang wajar dan memenuhi nilai keekonomian, sehingga bukan saja mampu menutupi biaya operasional, tetapi investasi yang telah ditanamkan juga dapat kembali dan menghasilkan keuntungan. Menurut Direktur Pengembangan Air Minum (PAM), Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU, Ir. Danny Sutjiono ketika menjadi pembicara pada seminar tentang pemenuhan kebutuhan SDM bidang air minum dan sanitasi di Jakarta, Kamis (31/10/2013), selama ini ada pandangan yang salah di tengah-tengah masyarakat tentang kebutuhan air bersih dan air minum. 

    Seminar diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Lingkungan Indonesia (IATPI) dan dihadiri seratus lebih peserta dari pihak-pihak berkepentingan, praktisi dan mahasiswa fakultas teknik penyehatan lingkungan. “Saya melihat, hingga saat ini masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa air bersih dan air minum adalah sesuatu yang gratis, yang bisa diperoleh dengan mudah, karena Indonesia memiliki lautan luas, ribuan sungai dan sumber air lainnya,” kata Danny Sutjiono. Menurutnya, paradigma itu harus diubah, sehingga masyarakat mau berlangganan dan membeli air bersih dan air minum dari perusahaan daerah air minum (PDAM) dengan harga yang wajar dan memenuhi nilai keekonomian, sehingga PDAM memperoleh keuntungan untuk menambah modal dan mengembangkan investasi untuk pengembangan bisnis perusahaan. Air untuk diminum, katanya, harus memenuhi aspek kesehatan, aman, terlindungi, tesedia setiap saat dan harga yang wajar. Proses pengambilan dan pengolahan air baku menjadi air bersih yang siap diminum, kemudian pengelolaan, penyediaan dan pengiriman air minum itu ke tengah-tengah masyarakat, menurut Danny Sutjiono, memerlukan biaya yang sangat besar, karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama kontraktor harus membangun instalasi pengolahan air minum, membangun kolam penampungan, memasang pipa-pipa distribusi, hidrant dan kran umum. 


      Masyarakat, menurut Direktur PAM itu, harus memahami bahwa membawa air bersih dari laut, dari sungai-sungai dan dari sumber air lainnya, memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga wajar apabila harga air minum harus mampu memenuhi tarif full cost recovery, bisa mengembalikan biaya investasi dan biaya operasional, serta memberikan keuntungan bagi operator pelayanan air minum. “Apabila tarif air minum yang ditetapkan PDAM masih rendah, tidak memenuhi full cost recovery, sehingga tidak bisa mengembalikan biaya operasional perusahaan, maka akan sulit bagi PDAM untuk menjadi sehat, dan sampai kapan pun tidak akan ada investor asing dan pengusaha nasional yang mau menanamkan modalnya dalam usaha pengelolaan, pengolahan dan penyediaan air minum di Indonesia,” kata Danny Sutjiono. Oleh karena itu ia mendorong pemerintah daerah dan direksi PDAM di seluruh Indonesia untuk terus menerus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa proses penyediaan air minum memerlukan biaya yang sangat besar, sehingga wajar apabila masyarakat harus membayar tagihan air minum dengan harga yang normal. Air minum yang sehat dan aman, katanya, tidak seharusnya diperoleh secara gratis. PDAM yang menjadi operator pelayanan air minum, bukan lembaga sosial yang membagi-bagikan air minum kepada orang banyak, tetapi merupakan perusahaan yang membutuhkan pengembalian modal dan memperoleh keuntungan agar bisa memberikan pelayanan air minum kepada lebih banyak lagi rakyat. 


        Kebutuhan SDM Pada bagian lain, Danny Sutjiono menjelaskan bahwa kebutuhan sumberdaya manusia di industri bidang penyediaan air minum dan sanitasi sangat banyak, dan sampai saat ini kalangan perguruan tinggi belum berhasil memenuhi kebutuhan yang ada, sementara Balai Pelatihan Air Minum dan Sanitasi milik Kementerian PU di Bekasi dan Surabaya hanya mampu menghasilkan 1.000 lulusan per tahun. “Saat ini akses aman pelayanan air minum baru mencapai 58,05 persen, sedangkan target sesuai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015 adalah 68,87 persen, artinya pemerintah pusat, pemerintah daerah dan PDAM masih harus menggenjot akses air minum dalam dua tahun terakhir ini sebanyak 10,82 persen, dan itu berarti membutuhkan SDM yang sangat besar, lebih dari 94 ribu orang, dan ini peluang bagi perguruan tinggi yang memiliki fakultas terkait, seperti fakultas teknik penyehatan lingkungan,” katanya. 


     Banyak Investor Asing Tertarik Tanamkan Modal Di Sektor Air Minum Sumber :http://www.ditpam-pu.org Tenaga-tenaga terampil di bidang air minum dan sanitasi itu akan mengisi posisi-posisi di pusat-pusat pelatihan keahlian air minum dan sanitasi di seluruh Indonesia, bidang pengelolaan SPAM perkotaan dan perdesaan yang jumlahnya lebih dari 62 ribu lokasi, dan untuk mengisi posisi staf pelaksana di PDAM-PDAM di seluruh kabupaten/kota, fasilitator dan konsultan air minum dan sanitasi, tidak termasuk di perusahaan-perusahaan asing dan nasional yang bergerak di bidang air minum dan sanitasi. 


     Penyediaan SDM yang berkualitas dan memiliki bidang keilmuan yang terkait sangat sulit untuk dipenuhi perguruan tinggi, karena itu Kementerian PU kemungkinan akan mendorong pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk menyiapkan program beasiswa bagi para pemuda di daerahnya untuk mengikuti pendidikan keahlian di bidang air minum dan sanitasi, termasuk teknik penyehatan lingkungan, apakah itu untuk program D3 atau Strata Satu, sehingga kebutuhan SDM bisa dipenuhi. Seminar sehari itu, selain menghadirkan Direktur PAM Danny Sutjiono, juga menampilkan pembicara Ketua Umum IATPI, Budi Yuwono, Direktur Perumahan dan Permukiman, Bappenas, Ir. Nugroho Tri Utomo, dan Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian PU, Ir Djoko Mursito. (ditpam/yss)

0 komentar: